Di Like Ya Sahabat. . .

Terima Kasih :)

Powered By | Top dan Unik Via Blogger Widgets

Saturday, April 21, 2012

Para Perempuan Penakluk Burung Besi

Mereka tidak memilih profesi yang dilakoni perempuan pada umumnya. Profesi dua perempuan tinggi semampai ini beririsan tipis dengan maut. Juga didominasi kaum adam. Tapi toh profesi tidak pernah memilih jenis kelamin.

Merekalah si penakluk burung besi: pilot. Langit adalah rumah mereka.

Raden Roro Iin Irjayanti, pilot maskapai penerbangan Batavia Air, baru lulus SMA saat ia melihat pengumuman masuk Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia yang disebar Departemen Perhubungan hingga tempat tinggalnya di Timika, Papua. Waktu itu tahun 2003.

Dua pilot wanita Batavia Air, in Irjayanti dan Allendia Traviana (VIVAnews/ Muhamad Solihin)

Badannya langsung gemetar teringat cita-cita almarhum ayahnya yang tidak pernah kesampaian, jadi pilot. "Jadi ini seperti meneruskan cita-cita almarhum ayah yang dulu tak dapat izin dari ibunya," kata Iin kepada VIVAnews. Tak heran kalau ayahnya sangat mendukung, sementara ibunya berat melepas keinginan anak tunggalnya ini menjadi penerbang.

Serangkaian tes mulai dari akademik, psikotes, kesehatan dan bakat terbang, berhasil dilewatinya. Dari 61 orang pendaftar, hanya 25 orang yang lolos. Dia termasuk di antaranya dan satu-satunya perempuan. Berangkatlah ia ke Curug.

Meski datang dengan tekad baja, di Curug, Iin yang masuk Batavia Air pada 2006 lalu, sempat mengalami pergolakan batin soal profesi pilihannya ini. Perempuan kelahiran Jayapura, 4 November 1985 ini sempat ingin menyerah. "Tapi saya pikir lagi, sudah jauh-jauh dari Papua, masa sih segini saja. Memang berat, tapi saya yakin saja. Selama dua tahun di Curug akhirnya saya berhasil," kata dia.

Pergolakan batin juga dirasakan Allendia Traviana yang seperti halnya Iin menghabiskan hari-harinya sebagai pilot di Batavia Air. Allend, begitu dara yang lahir di Kupang 23 tahun silam ini disapa, sempat terganjal restu sang ayah. Ayahnya hanya merestui ia masuk ke jurusan Air Traffic Controller, bertolak belakang dengan keinginannya menjadi penerbang.

Membantah, "Diam-diam saya apply ke pilot. Di tengah jalan baru didukung oleh ayah," tutur Allend yang mendapat beasiswa sekolah penerbang dari Batavia Air, Oktober 2007 lalu.

Iin dan Allend sadar, pilihan profesinya bukan main-main. Sekali terbang nasib ratusan nyawa penumpang ada di tangan mereka. "Tanggung jawabnya besar," kata dia.

Meski tak mau takabur, ia bersyukur, selama tujuh tahun mengendalikan pesawat belum pernah tunggangannya menghadapi masalah. Tantangan terbesar paling-paling keraguan dan ketakutan penumpang saat tahu yang mengendalikan pesawat ternyata perempuan.

"Di masyarakat kita masih ada perbedaan gender di profesi-profesi tertentu. Makanya terkadang penumpang suka tak percaya kalau ada perempuan jadi pilot," Allend menambahkan.

Namun perbedaan gender di maskapai tempat kedua pilot ini bekerja nyaris tidak ada. Semua penerbang, perempuan atau laki-laki, diperlakukan sama. Tidak ada saling meremehkan. "Kalau kodrat, kita memang wanita, tapi kalau profesi kita semua sama," ujar Iin.

Karena itu dua pilot ini sepakat sudah saatnya menghapus stigma bahwa perempuan yang bekerja di dunia yang didominasi laki-laki harus berpenampilan tomboy. "Tidak semua (tomboy), dan justru kita harus tetap terlihat cantik seperti wanita seutuhnya," kata Allend.

Dua penerbang ini membuktikannya. Meski bertugas di balik kemudi pesawat, sisi feminisme keduanya masih kentara nyata, berdandan dan berambut panjang. Bahkan Iin bisa menonjolkan sisi feminin dan maskulin sekaligus. Pilot yang jam terbangnya sudah ribuan ini pernah menjadi finalis ajang Pemilihan Putri Indonesia 2010 mewakili Provinsi Banten.

Terbangkan Airbus

Di Batavia Air, Iin dan Allend baru mengantongi izin menerbangkan Boeing 737 jenis 300-400 yang mampu mengudara di atas ketinggian 37.000 kaki. Tapi Boeing saja bagi Iin belum cukup, ia berharap bisa menerbangkan Airbus.

Mendapat izin mengendalikan Airbus bukan hal yang gampang. Seorang pilot harus menempuh jalur pendidikan lagi selama 6-7 bulan. "Itu cuma ground trainingnya, belum flightnya," kata Iin.

Keinginan Allend lain lagi. Allend yang juga instruktur AVI Batavia Air termuda ini berharap banyak perempuan Indonesia yang bisa mengikuti jejaknya, tidak takut melangkahkan kaki ke dunia kerja yang sering disebut orang 'laki-laki banget'.

Posted by: Admin Blog Serba, Updated at: 1:18 PM

0 comments:

Post a Comment